fuad al baqi

Fu`ad Abd Baqi (1882-1967)
Pakar Katalogisasi hadist
A.    Biografi
Fu`ad Abd Baqi lahir pada 8 maret 1882 M (3 Jumadil Awal 1299 H) dari kedua orang tua yang keduanya berwarganegaraan mesir. Ayahnya berasal dari Qaman Al-Arus sedangkan ibunya dari barnabal. Dan ketika usia lima tahun ia  beserta keluarganya pindah ke Sudan karena tugas ayahnya sebagi pejabat departemen keuangan. Disana, ia bersekolah dan menetap di Wadi Halfa selama kurang lebih satu setengah tahun. Setelah itu ia dan keluarganya pulang kemesir dan selalu berpindah pindah keberbagai daerah.
Fu`ad Abd Baqi wafat pada tahun 1967 M (1388 H) pada usia ke 90 dan meninggalkan “warisan” yang tak terbilang sedikit terutama kajian atas manuskrip manuskrip. Pada tahun 1899, ia bekerja sebagai tenaga pengajar dan tak lama kemudian ia menjadi kepala sekolah disalah satu desa pesisir mesir selama kurang lebih dua setengah tahun. Ia pun sempat mengajar matematika dan pada akhirnya lebih memilih mempelajari sastra diMadrasah al-Tahdziriyah Al-kubra di Darb Al-Jamamis, Mesir.
Setelah beberapa tahun ia pun jenuh dan ikut andil dalam mengembangkan sebuah bank pertanian tahun 1905 hingga tahun 1933. Tetapi sebelum itu ia banyak membaca buku buku sastra Arab, Hadist, Fiqih, dan juga literatur literatur berbahasa perancis, diantaranya karya Viktor Hugo dan L.Martin.
B.    Persinggungan ilmiyah dengan Rasyid Ridlo
Pada tahun 1922, bertepatan hari jadi Syaikh Muhammad Abduh, majalah Al Mannar milik Rosyid Ridlo diterbitkan. Maka, Fu`ad Abd Baqi mendatangi kantornya untuk membeli majalah tersebut. Kemudian ia bertemu Abdurrahman Asyim sepupu Ridlo yang pada akhirnya mereka berkawan. Setelah beberapa kunjungan akhirnya Fu`ad Abd Baqi bertemu dengan Ridlo dan dari situlah persahabatan antara keduanya mulai tumbuh. Bahkan, setiap hari ahad (hari libur bank), Fu`ad Abd Baqi selalu menyempatkan diri menjumpai Ridlo, sebagai rekan sekaligus guru atau bahkan hanya sekedar untuk perbincangan ringan mengenai isu isu kekinian.
Semasa hidupnya, Fu`ad Abd Baqi bisa dibilang termasuk ulama produktif dengan banyaknya karya karya yang dihasilkanya. Yakni: Al-Mu`Jam Al-Mufaras Li Al Fadz Al Quran Al Karim, Mu`Jam Garib Al Qur`An Mustakhrijan Min Shahih Al Bukhori, Al Lu`Lu` Wa Al Marjan Fi Ma Ittafaqo Alaihi Al Syaikhan da lain lain. Ia juga telah mentahqiq beberapa kitab, diantaranya: Sahih Muslim karya Abu Al Husain ibn Al Muslim al Qusairi al Naisaburi, Sunan Ibn Majah karya Abu Abdillah Ibn Majjah, Miftah Kunuz Al-Sunnah dan Al Mu`jam al Muhfaras li Ahfadz Al Hadist al Nabawi karya A.J. Wensinck, Tafshil Ayat Al-Quran, dan lain lain.
C.    Fu`ad Abd Baqi, sang Ahli Katalogisasi al-Qur`an dan Hadist
Pengaruh Ridla amat besar terhadap Fu`ad Abd Baqi dan juga sebaliknya karena kedekatan hubungan keduanya dalam kajian Qur`an dan Hadist terutama  dalam bidang katalogisasi.
Pada tahun 1928, Ridlo tertarik dengan kitab Miftah Kunuz al Sunnah karya A.J. Wensick dalam bahasa inggris, Ridla amat terkesan dengan kitab tersebut, Sehingga Ridlo merekomendasikan Fu`ad Abd Baqi untuk menerjemahkanya kedalam bahasa arab dan terselesaikan selama lima tahun, tepatnya pada tahun 1933. Setelah menerjemahkan Miftah Kunuz al Sunnah ia memutuskan untuk menerjemahkan Al Mujam Al Mufahras Li Alfadz Al Hadis Al Nabawi karya A.J. Wensick. Ia pun mengirim surat untuk minta izin dan A.J. Wensick pun sangat mendukung. Setelah diteliti, Fu`ad Abd Baqi menemukan banyak kesalahan, lantas Fu`ad Abd Baqi mentashih dan mengembalikanya.
Setelah banyak menterjemahkan karya orientalis, ia bermaksud menyusun kitab dari kumpulan hadist sohih yang diberi nama Al Lu`Lu` Wa Al Marjan Fi Ma Ittafaqo Alaihi Al Syaikhan dalam sajian fiqih. Dan tatkala ia terjun dalam dunia penerjemahan kamus indeks hadist, ia menekuni bidang katalogisasi al Quran. Salah satu karyanya adalah Tafsil Ayat Al Quran Al Karim atas rekomendasi Ridlo juga. Pada tahun 1924 Ridlo merekomendasikan ke Fu`ad Abd Baqi untuk menerjemahkan kamus bahasa perancis. Apresiasi Fu`ad Abd Baqi pun sangat baik. Dan pada tahun 1934 salah seorang kerabat Ridlo datang dan ingin mencetak kitab tersebut.
Selain itu ia juga menyusun sendiri indeks al Quran yang diberi nama Al Mu`Jam Al Muhfaras Li Alfadz Al Quran Al Karim yang mana kitab ini  menjadi rujukan utama para pengkaji muslim setelahnya. Namun datang kritikan bahwa karangan itu bukan original buatanya melainkan sanduran dari kitab mu`jam karya Flugel seorang orientalis Jerman yang berjudul Concordantiae Corani Arabicae (Leipszig,1842), Yang disinyalir buku indeks pertama yang menjadi acuan utama para orientalis. Dan dalam artikel artikel lain Fu`ad Abd Baqi menuturkan bahwa ia memang terinspirasi dari Nujum Al Quran Fi Atraf Al Quran karya flugel.
Menurut Husain Haikal berkata : Fu`ad Abd Baqi adalah seorang yang senantiasa terjaga di pertiga malam dan berpuasa disiang hari. Jasanya yang amat besar karena buah karyanya yang akan menjadi rujukan bagi hampir seluruh disiplin ilmu islam, dari Ushul Fiqih, Ulum Qur`an, Tafsir dan lain lain.
Sedang menurut Mansur Fahmi menganggap karya Fu`ad Abd Baqi merupakan penemuan paling mutakhir di bidang Al Qur`an.
D.     Pemikiran Fu`ad Abd Baqi tentang hadist
Dalam mendifinisikan hadis Fu`ad Abd Baqi sejalan dengan fatwa Ibnu Taimiyah. Hal ini dibuktikan dengan kutipan beliau dalam muqodimah karyanya Al Lu`Lu` Wa Al Marjan:
الحديث النبوى هو عند الاطلاق ينصرف الى ما حدث به عنه ص م بعد النبوة من قوله وفعله و اقراره
“hadist nabi ialah segala hal yang terjadi pada diri Rasul SAW. Setelah kenabianya, berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan, perbuatan maupun ketetapan.”
Yang penting disini adalah adanya perbedaan antara hadist dan sunnah. Yakni hadist sebagi segala hal tang bersumber dari Nabi SAW pasca kenabianya. Sedangkan Sunnah bersumber dari nabi sebelum kenabianya. Dalam karyanya Al Lu`Lu` Wa Al Marjan ia menegaskan bahwa hadist adalah WAHYU yang langsung diberikan pada diri Nabi SAW. Sebagaimana firman Allah SWT An Najm:3-4.
            
“Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya[3]. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)[4].”
Menurutnya, jika kita telah beriman kepada Allah, maka kitapun wajib mengimani dan percaya terhadap Rasulnya. Beriman berati tidakragu sedikitpun, tidak menentang, juga tidak mengkoreksi segala yang datang darinya SAW. Hal ini berdasarkan pada QS. Al Nisa`:65
                   
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.[65]”
Sedangkan bertambahnya orang munafiq yang ragu ragu terhadap putusan Nabi SAW, sebagaimana dalam firman Allah SWT Q.S. Al Nur:48.
             
“Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.[48]”
Mengenai istilah “Hadis Shohih” Fu`ad Abd Baqi tidak jauh dengan konsep ulama` ulama` klasik. Hal ini terlihat melalui karyanya Al Lu`Lu` Wa Al Marjan. Dalam memilah dan memilih hadist hadist ia mengusung teorinya Ibn Shalah dan Al Syahrazuni Al Syafi`i dalam mengklasifikasikan hadist shoheh. Diantaranya:: (1) Shohih mutafaq ilaih (2) shohih yang hanya diriwayatkan oleh bukhori (3) shohih yang hanya diriwayatkan muslim (4) shohih menggunakan syarat mutafaq alaih tapi tidak diriwayatkan keduanya (5) shohih dengan syarat bukhori tapi tidak diriwayatkanya (6) shohih dengan syarat muslim tapi tidak diriwayatkanya (7) shohih menurut periwayat periwayat lainya.
Fu`ad Abd Baqi memang sangat hebat. Akan tetapi melihat kaca pemikiran islam terhusus hadist, ia bahkan tidak memiliki nama. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya totalitas berkecimpung dalam pengkajian katalogisasi Qur`an dan Hadist. Tetapi beliau mendapat julukan Nasiru As Sunnah dan juga Pembela Sejati Sunnah Nabi karena kesungguhanya dalam melestarikan hadist nabi dan juga karya katalognya yang sangat bermanfaat untuk pemikir islam setelahnya.
Sebuah catatan bahwa Fu`ad Abd Baqi sesosok intelektual muslim kontemporer yang tidak pernah memperoleh sertifikasi gelar sarjana. Tetapi kelihat karya karyanya tidak bisa dilihat sebelah mata.
E.    Respon Pemakala
Menurut saya Fu`ad Abd Baqi bisa dibilang termasuk ulama produktif dengan banyaknya karya karya yang dihasilkanya, tetapi didalamnya pengaruh Ridla amat besar terhadap Fu`ad Abd Baqi begitu juga sebaliknya karena kedekatan hubungan keduanya dalam kajian Qur`an dan Hadist terutama  dalam bidang katalogisasi. Terutama yang sangat mengesankan dengan karyanya Al Mu`jam juga karya lain yang sangat bermanfaat bagi pemikir setelahnya.
Akan tetapi melihat kaca pemikiran islam terhusus hadist, ia bahkan tidak memiliki nama. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya totalitas berkecimpung dalam pengkajian katalogisasi Qur`an dan Hadist. Beliau juga sesosok intelektual muslim kontemporer yang tidak pernah memperoleh sertifikasi gelar sarjana, tetapi beliau mendapat julukan Nasiru As Sunnah dan juga Pembela Sejati Sunnah Nabi karena kesungguhanya dalam upayahnya dalam melestarikan hadist.

an falah

pemikiran amin alkhuli

Ide ide pemikiran Amin al Khuli tentang al Qur`an
1.    Metode stusi al Qur`an
a.    Bahasa arab
Para sarjana sebelum Abduh melihat al-Qur’an dari sisi dogmatis-teologis.Sehingga memunculkan corak-corak tafsir ideologis yang amat sectarian.Sebagai akibat dari cara pandang ini maka penafsiran al-Qur’an lebih berupa latihan intelektual bidang tertentu seperti kalam, sufisme, fiqh, gramatika Arab atau sejarah bahkan cabang sains.
Untuk merenovasi bangunan tafsir semacam ini, Amin al-Khuli merasa perlu merancang dari dasar fondamen yang baru, supaya tidak terjebak pada upaya mencari pembenar dari al-Qur’an atas kecenderungan pribadinya, diusulkan olehnya dengan cara memandang al-Qur’an sebagai sebuah karya sastra agung sebelum memandangnya kitab suci.
Pada reformasi islam yang diprakarsai oleh Amin al Khuli ia menganggap bahwa al Qur`an sebagai kitab Sastra Arab terbesar (Kitab al Arabiyyah al Akbar). Karena al-Qur’an mengabadikan bahasa Arab, menjadi kebanggaan bahasa Arab dan kearabanya diakui oleh semua orang Arab apapun agama mereka sepanjang mereka masih menyadari kearaban mereka.dan penafsiran yang dibangun di atas cara pandang bahwa al-Qur’an adalah kitab sastra Arab besar, akan bisa mendapatkan dan mencapai makna sejati al-Qur’an.
Melalui buah karya karya nya ia mengungkapkan ungkapanya yakni Haza al Nahwu sebagai materi kuliahnya  di institute Royal fak Geografi pada tahun 1943, selanjutnya ia menulis dalam artikel yang berjudul Taysir al Nahw, dan juga artikel yang berjudul Al Ijtihad Fi al Nahw al Arabi sebagai materi kuliah Occasion Of International Comperenci XXI pada tahun 1951 di istambul, yang berisikan bahwa ia berniat menggunakan ijtihad Nahwu. padahal saat itu para ulama` tidak menganggap cukup mewakili struktur bahasa arab ijma` para cendikiawan Basrah dan Kuffah.
Argumen Amin al Khuli tentang ijtihad nahwu membuatnya berusaha menemukan perubahan baru dalam bahasa, hal ini berangkat dari beberapa artikelnya tentang gramatika arab yang membahas tentang balaghah yang penekananya pada metodologi mempelajari balaghoh.
Buku yang berjudul Fan al Qawl, ia susun ketika menjadi pemimpin kelompok seni dan masyarakat (Madrasah al Fann Wa al Hayyah) yang berisikan revisi kritik metodologi sebelumnya juga berbicara tentang representasi balaghah dalam diskursus klasik dan kontemporer juga relevansi pada kehidupan sosial. Ada juga yang khusus dalam diskursus klasik yaitu Suruh al Takhlis.
Amin al Khuli juga menunjukan metodologi studi balaghah dari prespektif bahasa dan sastra, serta menguji hubungan antara keduanya. Kemudian ia memperkenalkan penggunanya pada metode sastra kontemporer untuk menemukan relasi dan tradisi antara perkembangan sastra dan bahasa secara umum. Hal ini bertujuan agar di peroleh penelitian yang detail terhadap pengaruh bahasa intelektual dan kebudayaan manusia dan bagaimana sastra mengubah garis kemajuan berbahasa.
Perhatian yang mendalam pada balaghah dan kebudayaan arab terhadap reformasi social, menurut Amin al Khuli merupakan factor factor yang mendorong kaum intelektual islam agar tidak mengandalkan faktor faktor studi ekstrnal  terhadap hasil karya kaum intelektual asing ataupun barat. Sebaliknya, hal ini bergantung pada pengetahuan terhadap kehidupan berbahasa, sastra dan seni, yang mempunyai jalan yang harus dilengkapi oleh kritikanya sendiri, dekontruksiserta rekontruksi yang aktif dalam suatu diskursus yang baru.
b.    Israiliyah
Selain Quraish Shihab ada yang berpendapat bahwa israiliyah adalah Riwayat yang bersumber dari kaum Nasrani dan yahudi atau yang lainya yang masuj dalam tafsir dan hadist. Disini menyinggung gerakan menghapus israiliyah dari tafsir yang diprakarsai oleh M Abduh yang diikuti oleh muridnya Rasyid Ridlo, yang mana Abduh menekankan Hidayah merupakan inti studi Quran.
Pendirian Abduh tentang kontruksi hidayah Quran dengan menghapus elemen dari luar seperti balaghah dan isriliyah tidak berhasil terbukti sehingga ia dikritik generasi berikutnya, Amin al Khuli. Dalam pendapatnya Amin al Khuli mempertimbangkan bahwa israiliyah secara hati hati, menurutnya israiliyat harus diteliti secara hati hati dengan mereproduksi semua informasi tentang sejarah agama, bagaimana mereka berintaraksi dengan masyarakat dan bagaimana hubungan mereka satu sama lain.
Tentang pendirian yang amat tegas dalam menyeleksi israiliyah Amin al Khuli dipengaruhi oleh latar belakang studi pengalamanya, yakni tugasnya sebagai konselor urusan agama diRoma dan German.Pemikiranya yang moderat karena keprofesionalanya sebagai guru komparasi di al azhar mesir yang ditulis dalam buku Silat al Islam Bi Islah al Masihiyah.
Singkatnya, Amin al Khuli menganggap israiliyah sebagai aspek komparasi studi agama yang tak dapat disangkal terutama tiga agama Ibrahim, yaitu yahudi, nasrani dan islam.
c.    Tafsir ilmi
Model tafsir ini dapat didefinisikan sebagai tafsir yang mencoba memindahkan semua bidang pengetahuan kemanusiaan yang memungkinkan kedalam penafsiran al Qur`an. Sedangkan menurut Amin al Khuli tafsir ilmi sebagai bentuk tafsir yang menafsirkan terminologi teknis ilmiah dalam pengungkapan al Quran dan berusaha menyimpulkan semua ilmu pengetahuan dan pandangan filosofinya.
Dalam diskursus tafsir trend ilmi sebenarnya mengalami pro dan kontra antara cendikiawan modern dan klasik.Diantara cendikiawan klasik yang menolak trend ini adalah Abu Ishaq al Syatibi (w.790/1370M) yang menulis al Muwafaqot dan Abduh serta muridnya Rasyid Ridlo.
Amin al Khuli secara sistematis menolak tafsir ilmi atas al Qur`an karena baginya pola interpretasi sains merupakan bentuk pemaksaan teks teks. Amin al Khuli menyebutkan penolakanya itu berdasarkan tiga dimensi  , yakni a. dimensi kebahasaan, b. dimensi kesusastraan dan ilmu balaghah dan c. dimensi keagamaan (religious). Selain itu secara implisit, Amin al Khuli menyebutkan dimensi spiritualisasi seni sebagai alasan penerimaan yang bermaksud untuk melatih hati dan perasaan masing masing individu manusia.
Konsentrasi Amin al Khuli pada Tafsir al Adabi bertujuan untuk menjaga asumsi bahwa trend sastra tidak terjalin dengan Tafsir Ilmi. Dan sebaliknya, perdebatan atntara al Manhaj al Adabi dan al Ilmi tidak akan pernah berhenti.
2.    Karakteristik pendekatan linguistic, sastra dan tematik
Dalam sejarah, al Qur`an telah berhasil memlihara memelihara dan melestarikan eksistansi bahasa arab sehingga melibatkan al Qur`an dalam studi kearaban. Untuk itu, al Qur`an harus ditafsirkan menurut tema tertentu secara utuh dengan mengumpulkan ayat ayatnya secara khusus dan mengetahui urutan waktu turunya serta peristiwa yang melatarbelakinya, sehingga penafsiran tersebut menghasilkan makna dan pengertian yang lebih tepat.
Berdasarkan prespektif diatas Amin al Khuli menawarkan dua jenis pendekatan kritik.Yaitu kritik eksternal (al Khorij/ Ma Hawl al Qur`an) dan kritik internal (al Dakhili/Ma Fi al Qur`an) yang nantinya dilanjutkan muridnya Nars abu Hamid dengan metode tafsir sastrawi, dengan mengambil hermeneutika menggeser teks (unthinkable) ke wilayah teks sastra (thinkable).
Dalam buku Min Al Huda Al Quran Fi Awwalihin Misaliyyah La Madzhabiyyah dan cara cara yang digunakan Amin al Khuli bertujuan untuk menjelaskan makna yang dianggap relevan(munasabah) antara satu dengan yang lainya sehingga jelas bahwa Amin al Khuli menggunakan tafsir tematik sebagai desakan dalam tujuan tafsirnya.
Dibandingkan dengan cendikiawan setelah Abduh, karya karya Amin al Khuli dianggap sebagai sebuah kontribusi yang sangat berharga dalam diskursus tafsir, Amin al Khuli juga ditempatkan di garis depan berdasarkan atas argumenya yang sistematis bagi kebutuhan tafsir tematik. Dia berangkat dari latar belakang pendidikanya di Madrasah Al Qada Al Syar`I, dimana dia mencoba memahami islam dari sumbernya yaitu al Quran dan as Sunnah.

an falah

kekuatan otak

kekuatan otak

ketika otak hanya merespon apa yang dilihat
padahal mata hanya bisa melihat sejauh yang dilihat
ketika hati mampu menembus kasyaf
otakpun merespon melalui sinyal sinyal tuhan
dan tidak banyak orang yang mampu mencapainya
kecuali idzin darinya

an falah

bukti quran anti galau

bukti quran anti galau

lihatlah ketika al quran sudah berbicara
tiadapun kekosongan didalamnya
melainkan bukti kemukjizatan
yang diturunkan kepada nabi agung
yang masih terjaga keaslianya
dan masih berlaku kemukjizatanya
sampai akhir zaman
hanya bagi orang orang yang mampu
menggunakan keajaiban al quran
dan ilmu pengetahuan yang mampu
sampai kepadanya

tafsir dan takwil

A.     Pengertian Tafsir

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan taf`il, berasal dari akar kata al-fars(fassara) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Dalam lisanul `Arobi, dinyatakan, kata “al-fars” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan meksud sesuatu lafadz yang musykil, pelik. ولا يأتونك بمثل الا جئناك بالحق واحسن تفسيرا  (tidaklah mereka datang kepadamu (membawa)  sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik tafsir-nya.)(al-furqon[25]:33).[1] Yang berarti keterangan dan perincian. Ibnu Abbas berkata tentang Firman Allah tersebut diatas, makna lafadz tafsir diatas adalah perincian .
Jadi tafsir secara bahasa adalah menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan, memberikan perincian atau menampakkan.
Secara istilah tafsir menurut abu hayyan adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz al qur`an, petunjuk petunjuknya, hukum hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal hal lain yang melengkapinya. sedangkan menurut  Az-Zarkasyi ilmu yang memahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW, menjelaskan makna makna serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.[2]
Dari semua pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir secara epistimologi dipakai untuk penjelasan, pengungkapan hal-hal tersembunyi atau samar-samar, sebagaimana juga dipakai untuk penjelasan yang bersifat ma’ani.
sebuah upaya penyingkapan maksud yang tersembunyi lewat kata, serta mengurai sesuatu yang bertahan untuk difahami melalui kata serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya. demikian pendapat Az-zarkasyi.[3]
B.      Pengertian Ta`wil
Kemudian memasuki pembahasan Ta’wil secara epistimologi. “Kata ta’wil dalam al-Qur’an tersebut sebanyak 17 kali sementara kata tafsir muncul hanya sekali”. Ini menunjukkan bahwa kata ta’wil lebih popular pemakaiannya dalam bahasa pada umumnya, dan dalam teks khususnya, dari pada kata tafsir Adapun pengertian ta’wil ditinjau dari aspek etimologi ialah mengembalikan / memalingkan ayat.[4]
Adapun “ta`wil” maka menurut bahasa berasal dari kata “aul”. Perkataan mareka, “apa ta`wil perkataan ini?” artinya adalah “sampai kemanakah akibat yang dimaksud oleh perkataan itu?” misalnya firman Allah: يوم يأتي تأويله  (al-a`raf[7]:53), maksudnya ialah “disaat akibat (kesudahan)-nya  tersingkap.” Dan dikatakan : ال الأمر الى كذا , maksudnya, urusanya menjadi begini. Firman-Nya ذلك تأويل مالم تسطع عليه صبرا (al-kahfi[18]:82). “ta`wil” berasal dari ma`al, yaitu akibat dan kesudahan. Kata kata قد اولته فال, maksudnya: aku palingkan ia maka ia pun berpaling. Dengan demikian, ta`wil seakan akan memalingkan ayat kepada makna-makna yang dapat diterimanya. Kata “ta`wil” di bentuk dengan pola “ta`wil” adalah untuk menunjukan arti banyak.[5]
Ta`wil berbeda dengan tafsir. Kalau tafsir mencerminkan maksud yang ada pada ayat ayat al Qur`an yang kemudian menghasilkan makna. Sedangkan Ta`wil mencerminkan maksud yang ada pada makna ayat ayat al qur`an yang kemudian menghasilakan pesan dari makna ayat ayat al qur`an.[6]
Ta’wil menurut istilah, para ulama tampil mengemukakan dalam formulasi yang berbeda-beda.  Muhammad Husain al-Zahabi berusaha merangkum berbagai pendapat tersebut lalu mengelompokkan ulama menjadi dua kelompok yaitu ulama salaf dan ulama khalaf. Ulama Salaf mendefinisikan takwil sebagai berikut:
          Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mutashfa
“Sesungguhnya takwil itu dalah ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh zahir.”
          Imam Al-Amudi dalam kitab Al-Mustasfa:
“Membawa makna lafazh zohir yang memunyai ihtimal (probabilitas) kepada makna lain yang didukung dalil”. Kaum muhadditsin mendefinisikan takwil, sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqh, yaitu: Menurut Wahab Khalaf takwil yaitu “memalingkan lafazh dari zahirnya, karena adanya dalil.” Menurut Abu Zahra takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zahir kepada makna yang lain, tetapi bukan zahirnya.[7]
Sedangkan menurut ulama khalaf, ta’wil adalah suatu upaya memalingkan atau mengembalikan suatu lafaz dari makna biasanya ke makna lain yang memungkinkan karena ada dalil atau argumentasi yang menyertainya.
Dari pengertian kedua istilah ini dapat disimpulkan, bahwa Tafsir adalah penjelasan terhadap makna lahiriah dari ayat Alquran yang pengertiannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh Allah; sedangkan ta’wil adalah pengertian yang tersirat yang diistimbathkan dari ayat Alquran berdasarkan alasan-alasan tertentu. 
Dalam kisah Nabi Yusuf as, kata ta’wil yang di idofkan ke الأحاديثdi artikan sebagai tafsir atau ta’bir mimpi-mimpi, terekam dalam Q.S. Yusuf: 6, yaitu:
y7Ïxx.uršŠÎ;tFøgsy7/uy7ßJÏk=yèãƒur`ÏBÈÍrùs?Ï]ƒÏŠ%tnF{$#
Artinya: “Dan Demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta’bir mimpi-mimpi”.(Q.S.Yusuf: 6)
Ungkapan ta’wil al-ahadits tak lain hanyalah ta’wil terhadap mimpi. Ini terlihat jelas dari penggantian kata ahlam (mimpi) dengan kata ahadits pada ayat lain ketika sang raja meminta kepada para punggawanya untuk memberikan tafsir terhadap mimpi yang meresahkannya:
(#þqä9$s%ß]»tóôÊr&5n=ômr&($tBurß`øtwUÈÍrùtGÎ/Än=ômF{$#tûüÏJÎyèÎ/ 
Artiya: “Mereka menjawab: “(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan Kami sekali-kali tidak tahu ta’wilnya.”(Q.S.Yusuf: 44)
Kata hadits dipergunakan untuk pengertian mimpi disebabkan karena juru ta’wil tidak semata-mata men-ta’wil mimpi itu sendiri. Ia men-ta’wil hadits (cerita) yang disampaikan oleh orang yang bermimpi. Dengan kata lain, bahwa ia melakukan ta’wil atas ungkapan-ungkapan verbal yang dipergunakan oleh orang yang bermimpi untuk memformulasikan gambar-gambar yang dilihat dalam tidurnya. Dengan demikian, ta’wil disini difokuskan pada gambaran-gambaran yang dijelaskan oleh mediator, yaitu hadits.
Oleh karena itu, dalam cerita Nabi Yusuf kita menemukan kata ta’wil dikaitkan dengan ahlam, ahadits, dan ru’yah. Semuanya memiliki pengertian yang sangat berdekatan. Semuanya dalam hal ini sama, apakah yang menceritakan (ta’wil) tersebut Ya’qub, seperti pada ayat ke 6, ataupun punggawa raja, seperti pada ayat ke-44, ataupun “yang mengatakan” teks, seperti pada ayat berikut ini:
tA$s%urÏ%©!$#çm1uŽtIô©$#`ÏBuŽóÇÏiBÿ¾ÏmÏ?r&tøBewÍG̍ò2r&çm1uq÷WtB#Ó|¤tãbr&!$oYyèxÿYtƒ÷rr&¼çnxÏ­GtR#V$s!ur4y7ÏxŸ2ur$¨Y©3tBy#ßqãÏ9ÎûÇÚöF{$#¼çmyJÏk=yèãYÏ9ur`ÏBÈÍrùs?Ï]ƒÏŠ$ymF{$#4ª!$#urë=Ï9%yñ#n?tã¾Ín̍øBr&£`Ås9uruŽsYò2r&Ĩ$¨Z9$#ŸwšcqßJn=ôètƒ
Artinya: “Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh Jadi Dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut Dia sebagai anak.” dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya”.(Q.S.Yusuf: 21)
Setelah mimpinya menjadi kenyataan, Yusuf menyebutnya dengan ru’yah:
yìsùuurÏm÷ƒuqt/r&n?tãĸöyèø9$#(#ryzur¼çms9#Y£Úß(tA$s%urÏMt/r¯»tƒ#x»ydãÍrùs?}‘»tƒöäâ`ÏBã@ö6s%ôs%$ygn=yèy_În1u$y)ym( 
Artinya: “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku Inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.(Q.S.Yusuf: 100)
Meskipun demikian, pengertian ta’wil yang dipergunakan Al-Qur’an tidak terbatas pada ahadits yang berhubungan dengan mimpi. Sebab, Yusuf berkata kepada teman-temannya dalam penjara setelah mereka menceritakan perihal mimpi mereka kepadanya:
tA$s%Ÿw$yJä3‹Ï?ùtƒ×P$yèsÛÿ¾ÏmÏR$s%yöè?žwÎ)$yJä3è?ù¬6tR¾Ï&Î#ƒÍrùtGÎ/Ÿ@ö6s%br&$yJä3uÏ?ùtƒ4$yJä3ÏsŒ$£JÏBÓÍ_yJ¯=tæþÎn1u4ÎoTÎ)àMø.ts?s©#ÏB7Qöqs%žwtbqãZÏB÷sル!$$Î/NèdurÍotÅzFy$$Î/öNèdtbrãÏÿ»x. 
Atrinya: “Yusuf berkata: “tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian”.(Q.S.Yusuf: 37)
Pengertian ta’wil dalam konteks ini adalah memberitahukan “kejadian” sebelum terjadi secara faktual. Di sini, Yusuf berusaha menegaskan kepada teman-temannya bahwa kemampuan memberikan ta’wil yang ia miliki, tidak terbatas hanya pada ta’wil mimpi saja, tetapi lebih dari itu. Ia mampu menceritakan sesuatu sebelum terjadi. Dari penggunaan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa ta’wil terhadap mimpi didasarkan pada medium atau tafsirah, melalui medium tersebut juru ta’wil dapat mengungkapkan makna yang tersembunyi, dan bahwa ada tipe lain dari ta’wil yang tidak memerlukan medium atau tafsirah, makna “peristiwa” dapat ditemukan dan diprediksi secara langsung sebelum peristiwa itu terjadi.
Jadi dari beberapa pengertian istilah dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan, bahwa tafsir adalah penjelasan terhadap makna asing dari ayat Al-Quran yang pengertiaannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan ta’wil mengacu pada makna lain yang bukan makna lahiriyah, yang masih bisa dikandung ayat berdasarkan dalil, sehingga dapat ditetapkan suatu makna khusus untuk ayat tersebut.
 
C.      Contoh Tafsir Wa Ta’wil Al-Qur’an[8]
Berikut ini akan penulis kemukakan beberapa contoh dari tafsir dan ta’wil yang diambil dalam Al-Qur’an yakni sebagai berikut:
¨bÎ)y7­/uÏŠ$|¹öÏJø9$$Î7s9   
“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”. (Q.S. Al-Fajr: 14)
Jika diartikan, Allah benar-benar mengawasi segala perilaku hambanya maka itu adalah tafsir. Sedangkan ta’wilnya adalah anjuran untuk bersikap waspada dari sikap meremehkan perintah Allah dan melupakan kenikmatan-kenikmatannya serta mempersiapkan diri untuk menghadap kepadanya. Dalil-dalil yang qat’I menunjukkan bahwa penjelasan maknanya adalah berbeda dengan makna kata itu dari sisi bahasa.
Adapun contoh tafsir dan ta’wil yang lain seperti pada Q.S. Al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:
y7ÏsŒÜ=»tGÅ6ø9$#Ÿw|=÷ƒu¡Ïm‹Ïù
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya”.(Q.S.Al-Baqarah: 2)
Jika diartikan, “la syakka fihi” (tidak ada kebimbangan didalamnya) maka ini adalah tafsir. Jika diartikan, “tidak ada keraguan dikalangan kaum beriman” maka ini adalah ta’wil.
Contoh lain misalkan firman Allah dalam surah Al-An’am ayat 95 yang berbunyi:
ßl̍øƒä¢ptø:$#z`ÏBÏMÍhyJø9$#
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati”. (Q.S.Al-An’am: 95)
Jika ayat ini diartikan, “Allah mengeluarkan burung (yang bernyawa) dari telur (yang mati/tidak bernyawa), maka ini adalah tafsirnya. Dan jika diartikan “Allah mengeluarkan orang mukmin dari orang kafir atau orang berilmu dari orang bodoh”, maka ini adalah ta’wilnya.
Demikianlah beberapa contoh dari tafsir dan ta’wil yang bisa penulis kemukakan dari ayat Al-Qur’an, padahal masih banyak lagi contoh yang lainnya.
 
D.     Perbedaan, Persamaan Tafsir Dan Ta`wil.[9]
Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua kata tersebut. Berdasarkan pada pembahasan di atas tentang makna Tafsir dan Takwil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.      Apabila kita berpendapat, Takwil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya. maka takwil dan tafsir adalah dua kata yang berdekatan atau sama maknanya. Termasuk pengertian ini ialah doa Rasulallah SAW untuk ibnu Abbas “ya Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya takwil.
2.      Apabila kita berpendapat, takwil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, maka takwil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiri dan takwil dari khabar adalah esensi sesuatu yang diberitakan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dan takwil cukup besar, sebab tafsir merupakan syarah dan penjelasan bagi suatu perkataan dan penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedang takwil adalah esensi sesuatu yang berada dalam realita bukan dalam pikiran. Sebagai contoh, jika dikatakan: “matahari telah terbit”, maka takwil ucapan ini ialah terbitnya matahari itu sendiri. Inilah pengertian takwil yang lazim dalam bahasa Al-Qur’an sebagaimana telah dikemukakan. Allah SWT berfirman:
“atau (patutkah) mereka mengatakan: “muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: (kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surah seumpamanya dan panggilah siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Tetapi sebenarnya mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka takwil-nya.” (Yunus, 10:38-39). Yang dimaksud dengan takwil disini ialah terjadinya sesuatu yang diberitakan.
3.      Dikatakan, tafsir adalah apa yang telah jelas didalam Kitabullah atau tertentu (pasti) dalam sunnah yang shahih karena maknanya telah jelas dan gamblang. Sedang takwil adalah apa yang disimpulkan para ulama. Karena itu sebagian ulama mengatakan, “Tafsir adalah apa yang berhubungan dengan riwayat sedang takwil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.[10]
4.      Dikatakan pula, tafsir lebih banyak dipergunakan dalam menerangkan lafaz dan mufradat (kosa kata), sedang takwil lebih banyak dipakai dalam menjelaskan makna dan susunan kalimat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain.
 
E.      Macam Macam Tafsir dan Ta`wil dalam Al Qur`an
Macam-macam tafsir berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumber penafsirannya, tafsir terbagi kepada dua bagian: Tafsir Bil-Ma’tsur dan Tafsir Bir-Ra’yi. Namun sebagian ulama ada yang menyebutkannya tiga bagian.
1.      Tafsir Bilma’tsur adalah tafsir yang menggunakan Alquran dan/atau As-Sunnah sebagai sumber penafsirannya.
2.      Tafsir Bir-Ra’yi adalah Tafsir yang menggunakan rasio/akal sebagai sumber penafsirannya.
3.      Tafsir Bil Isyarah, Penafsiran Alquran dengan firasat atau kemampuan intuitif yang biasanya dimiliki oleh tokoh-tokoh shufi, sehingga tafsir jenis ini sering juga disebut sebagai tafsir shufi.
 Macam-macam Tafsir berdasarkan corak penafsirannya        
Corak penafsiran yang dimaksud dalam hal ini adalah bidang keilmuan yang mewarnai suatu kitab tafsir. Hal ini terjadi karena mufassir memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, sehingga tafsir yang dihasilkannya pun memiliki corak sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Berdasarkan corak penafsirannya, kitab-kitab tafsir terbagi kepada beberapa macam. Di antara sebagai berikut:
1.      Tafsir Shufi/Isyari, corak penafsiran Ilmu Tashawwuf yang dari segi sumbernya termasuk tafsir Isyariy.
2.      Tafsir Fiqhy, corak penafsiran yang lebih banyak menyoroti masalah-masalah    fiqih. Dari segi sumber penafsirannya, tafsir bercorak fiqhi ini termasuk tafsir  bilma’tsur. 
3.      Tafsir Falsafi, yaitu tafsir yang dalam penjelasannya menggunakan pendekatan filsafat, termasuk dalam hal ini adalah tafsir yang bercorak kajian Ilmu Kalam. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak falsafi ini termasuk tafsir bir-Ra’yi.
4.      Tafsir Ilmiy, yaitu tafsir yang lebih menekankan pembahasannya dengan pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan umum.  Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak ‘Ilmiy ini juga termasuk tafsir bir-Ra’yi. 
5.      Tafsir al-Adab al-Ijtima’i, yaitu tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyara-katan. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak al-Adab al-Ijtima’ ini termasuk tafsir bir-Ra’yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengkategorikannya sebagai tafsir Bil-Izdiwaj (tafsir campuran), karena prosentase atsar dan akal sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.
Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya
1.      Metode Tahlily (metode Analisis)
Yaitu metode penafsiran ayat-ayat Alquran secara analitis dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya sesuai dengan bidang keahlian mufassir tersebut.
2.      Metode Ijmaly (metode Global)
Yaitu penafsiran Alquran secara singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar, tapi mencakup makna yang dikehendaki dalam ayat.
3.      Metode Muqaran (metode Komparasi/Perbandingan)
Tafsir dengan metode muqaran adalah menafsirkan Alquran dengan cara mengambil sejumlah ayat Alquran, kemudian mengemukakan pendapat para ulama tafsir dan membandingkan kecendrungan para ulama tersebut, kemudian mengambil kesimpulan dari hasil perbandingannya [al-‘Aridh, 1992: 75].
4.      Metode Maudhu’i (metode Tematik)
Yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir untuk menjelaskan konsep Alquran tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat Alquran yang membicarakan tema tersebut Macam-macam ta’wil.
NB)..Ta’wil yang jauh dari pemahaman, yakni ta’wil yang dalam penetapannya tidak mempunyai dalil yang terendah sekalipun.
Ta’wil yang mempunyai relevasi, paling tidak memenuhi standar makna terendah serta diduga sebagai makna yang benar
 
F.       Keutamaan Tafsir
Tafsir adalah  ilmu syari’at paling agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obyek pembahasan dan tujuannya serta dibutuhkan. Obyek pembahasannya adalah Kalamullah yang merupakan sumber segala hikmah dan tambang segala keutamaan. Tujuan utamanya untuk dapat berpegang pada tali yang kokoh dan mencapai kebahagiaan hakiki. Dan kebutuhan terhadapnya sangat mendesak karena segala kesempurnaan agamawi dan duniawi haruslah sejalan dengan syara’ sedang kesejalanan ini sangat bergantung pada pengetahuan tentang kitab Allah.[11]
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dalam beberapa penjelasan yang sudah dipaparkan diatas tadi maka penulis memberikan kesimpulan bahwa:
1.    Tafsir dan ta’wil ini jelas sekali perbedaannya seperti yang sudah dijelaskan oleh para ulama/ mufasir dari berbagai pendapatnya mengenai perbedaan kedua kata tersebut. Walaupun banyak pendapat lain yang berusaha manyamakan arti dari kedua kata tersebut.
2.    Tafsir adalah penjelasan terhadap makna asing dari ayat Al-Quran yang pengertiaannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan ta’wil mengacu pada makna lain yang bukan makna lahiriyah, yang masih bisa dikandung ayat berdasarkan dalil, sehingga dapat ditetapkan suatu makna khusus untuk ayat tersebut.
3.    Al-Qur`an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka untuk memahami kandungan al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya, ta`wil, dan tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW.
 
B.      Daftar Puataka
          Abu Zaid, Nasr Hamid, Tektualitas Al-Qur’an. Yogyakarta, LKIS Yogyakarta, 2005.
          Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qr`an, Terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009).
          Muhammad Chirzin, Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyah: Dalam Tafsir Surah Al Ikhlash (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Primayasa, 1999)
          Az-zarkasyi, op.cit,juz II

 


 

[1] Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qr`an, Terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), hlm.455-456.
[2] Al-itqan,jilid 2, hlm 174
[3] Az-zarkasyi, op.cit,juz II, 33.
[5] Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qr`an, Terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), hlm.459-460
[6] Muhammad Chirzin, Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyah: Dalam Tafsir Surah Al Ikhlash (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Primayasa, 1999)hlm.26
[9] Manna` Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qr`an, Terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), hlm.460
[10] Al-itqan, jilid 2, hlm 173
[11] Ibid, hlm 175.
 
oleh:: an falah (11530049)

Hadist hadist tentang dajal

seputar dajal
Dajjal adalah seorang manusia biasa, ia dinamakan demikian karena ia menutupi kebenaran dengan kebathilan atau dikarenakan ia menyembunyikan kekufurannya di hadapan manusia dengan kedustaan dan tipu dayanya terhadap mereka. Ada sejumlah hadits yang menjelaskan tentang sifat-sifat Dajjal
Dalam Sahih Bukhori diriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW pernah memberikan khutbah di hadapan para sahabatnya, lalu beliau menyebutkan Dajjal.
Beliau bersabda : “Aku benar-benar akan memperingatkan kalian tentang Dajjal. Tidak ada seorang nabi melainkan ia pernah memperingatkan kaumnya tentang masalah tersebut. Tetapi aku akan mengatakan kepada kalian suatu ucapan yang belum pernah dikatakan oleh seorang nabi pun sebelumku. Dia itu (Dajjal) picak (bermata sebelah) sedangkan Alloh tidaklah picak” (Sahih Jami’ shogir 3495/ Al-Bany)
Dari Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: ” Ketika aku sedang tidur aku mengelilingi di Ka’bah?… (beliau menyebutkan bahwasanya ia melihat Nabi Isa bin Maryam, kemudian melihat Dajjal dan menyebutkan sifat-sifatnya). Ibnu Umar berkata: Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang besar tubuhnya, berwarna merah, rambutnya pendek, matanya picak, seakan-akan matanya itu buah anggur yang mengambang, Mereka berkata: “Ini adalah Dajjal, manusia yang paing menyerupainya adalah Ibnu Quthn seorang laki-laki dari Bani Khuza’ah (Sahih Bukhori 13/90 dan Muslim 2/237).
Dari Nawwas bin Sam’an RA, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda berkaitan sifat Dajjal: “Dia itu seorang pemuda, rambutnya pendek, matanya mengambang, seakan-akan aku menyerupakannya denga Abdul ‘izz bin Qathn” (Sahih Muslim 18/65)
Dan ia dinamakan dengan Masihid Dajjal karena salah satu matanya, yaitu mata kanannya tertutup (picak). Ia akan keluar pada saat kaum muslimin sedang memiliki kekuatan besar dan keluarnya dia adalah untuk mengalahkan kekuatan tersebut.
Hadits lainnya adalah hadits yang menjelaskan bahwa tertulis di antara dua matanya “Kaafir” atau “Kafara” sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya di antara kedua matanya tertulis kaafir” (HR Bukhori 13/91 dan Muslim 18/59)
Keluarnya Dajjal merupakan salah satu tanda kiamat kubro. Sebelum Dajjal keluar, manusia diuji dengan kemarau dan kelaparan, serta tidak turunnya hujan dan matinya pepohonan.
Hadits lainnya menjelaskan tentang Dajjal yang akan keluar dari arah timur tepatnya dari negri Khurosan atau Syihristaan. Kemudia ia akan mengembara ke seluruh penjuru bumi. Ia akan memasuki setiap negeri kecuali Makkah dan Madinah karena para malaikan menjaganya.
Dari Abu Bakar ash-Shidiq RA ia berkata: Rasulullah SAW menceritakan kepada kami tentang Dajjal, beliau bersabda: “Dajjal akan keluar dari negeri sebelah timur yang disebut Khurosan” (Tirmidzy 6/495)
Dari Fatimah bin Qais RA; Dajjal berkata: “Maka aku keluar dan aku menelusuri seluruh negeri, aku tidak meninggalkan suatu negeri kecuali aku telah tinggal di dalamnya selam 40 hari. Kecuali kota Makkah dan Madinah. Kedua kota tersebut diharamkan bagiku. Setiap kali aku akan memasuki salah satu dari keduanya. Seorang malaikat akan menghalangiku dengan pedang terhunus. Dan di setiap pelosok negeri tersebut ada malaikat yang menjaganya” (Shohih Muslim 18/83)
Hadits lainnya menjelaskan diantara shifat Dajjal lainnya yaitu ia akan mengaku dirinya sebagai tuhan dan ia akan melakukan hal-hal yang aneh untuk membenarkan pengakuannya dan menarik orang-orang agar menjadi pengikutnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang mendengar tentang kedatangan Dajjal, hendaklah ia menjauhinya. Demi Alloh sesungguhnya seseorang akan mendatanginya dan ia menyangka bahwa dirinya seorang yang beriman, lalu ia mengikutinya yang dapat menimbulkan berbagai syubuhaat” (Sahih Jami’ shogir 6301/ Al-Bany)
Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa Dajjal tersebut akan datang sambil membawa neraka dan surga. Surganya adalah neraka, dan nerakanya adalah surga, dan ia memiliki sungai yang penuh dengan air, gunung dari roti. Ia akan menyuruh langit untuk menurunkan hujan, maka hujan pun turun dan menyuruh bumi untuk menumbuhkan beraneka macam tumbuhan maka tumbuhlah tanaman tersebut. Dan ia akan menempuh perjalanan dengan cepat, secepat air hujan yang ditiup angin, dan keanehan-keanehan lainnya (HR Muslim 18/65-66)
Dari Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Akan tetap ada dari umatku yang berjuang dalam haq dan eksis terus hingga hari kiamat. Kemudian Nabi Isa bin Maryam turun. Lalu pemimpin umat Islam saat itu berkata kepada Nabi Isa, ”Kemarilah dan jadilah imam dalam shalat kami”. Namun Nabi Isa menjawab, ”Tidak, kalian menjadi peminpin di antara kalian sendiri. Sebagai bentuk pemuliaan Allah atas umat ini”.
Rasulullah SAW bersabda,”Nabi Isa masih tetap tinggal di bumi hingga terbunuhnya Dajjal selama 40 tahun, lalu Allah mewafatkannya dan dishalatkan jenazahnya oleh umat Islam. (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hiban, Al-Hakim dan dishahihkan oleh az-Zahabi)
AN NAWAS BIN SAM’AN bercerita: “Pada suatu pagi Rasulullah SAW bercerita tentang Dajjal, maka belian merendahkan dan meninggikan suaranya, sehingga kami mengira bahawa Dajjal itu ada di antara kebun kurma. Dan ketika kami pergi ke kebun, Rasulullah mengerti bahawa kami akan mencari Dajjal, lalu beliau bertanya: Mengapakah kamu? Kami menjawab: Ya Rasulullah, tadi kau menceritakan Dajjal, dan kau naik turunkan suaramu, hingga kami mengira bahawa Dajjal telah berada di kebun korma. Lalu beliau bersabda: Selain Dajjal ada yang lebih saya khawatirkan atas kamu, jika Dajjal keluar sedang aku masih ada dj tengah-tengah kamu, maka akulah yang akan menghadapinya, sedang kalau saya telah mati, maka setiap orang dapat menghadapinya sendiri dan Allah akan melindungi setiap orang Islam sebagai ganti saya. Sesungguhnya Dajjal itu seorang pemuda yang kerinting rambutnya, matanya agak keluar, kalau saya dapat mengumpamakan sekarang hampir sama seperti Abdul Uzza bin Qothon, maka barang siapa yang mendapatinya, hendaklah ia bacakan padanya permulaan surah al-Kahfi. Dia akan keluar di antara Syam dan Iraq, dan akan mengacau ke kahan dan ke kiri.
“Wahai hamba Allah tabahlah kamu! Lalu kami bertanya: Berapa lama ia tinggal di bumi?’ Nabi SAW menjawab: “40 hari sehari sama dengan setahun, sehari sama dengan sebulan, sehari sama dengan sam minggu dan hall lainnya sama dengan hari-hari biasa.” Kami bertanya:”Ya Rasulullah, sehari yang sama dengan setahun itu, apakah kami cukup solat satu bari pada waktu itu?”
Nabi SAW menj awab: “Tidak, kira-kirakan sendiri.” Kami bertanya: “Bagaimana kecekapannya?’ Beliau menjawab: “Yaitu bagaikan hujan yang didorong oleh angin dari arah belakangnya. Dajjal itu datang kepada sesuatu kaum, lalu ia mengajak mereka, kemudian mereka itu beriman padanya dan mengikuti apa yang dikehendaki olehnya. Ia menyuruh langit supaya menurunkan hujan, lalu turunlah hujan, ia menyuruh bumi supaya menumbuhkan tanaman, lalu tumbuhlah tanamannya. Selanjutnya kembalilah ternak-ternak mereka tergembala di situ dalam keadaan bergumbul -atau berpunuk- sepanjang -atau sebesar- yang pernah ada, juga mempunyai tetek sekenyang yang pernah ada -yakni penuh air susu- dan terpanjang pantatnya -sebab semuanya kenyang. Seterusnya datanglah Dajjal itu pada sesuatu kaum, lalu mereka ini diajaknya mengikuti kehendaknya, tetapi mereka menolak, kemudian kembalilah Dajjal itu meninggalkan mereka. Kaum yang menolak ini -karena ketetapan keimanannya- pada keesokan harinya telah menjadi kering daerahnya -seolah-olah telah lama tidak kehujanan dan kosong sama sekali dari rumput dan tanaman lain-lain, juga tidak lagi mereka memiliki harta benda sedikitpun. Dajjal itu lalu berjalan melalui puing-puing -bekas istana yang rusak-rusak-, kemudian ia berkata: “Keluarkanlah harta-harta simpananmu,” tiba-tiba harta-harta di situ dapat diambil dan mengikuti perjalanan Dajjal itu sebagaimana lebah-lebah mengikuti rajanya. Setelah itu Dajjal memanggil seorang pemuda yang penuh jiwa kepemudaannya -menurut riwayat yang dimaksudkan ialah Al-Hidhr-, lalu ia memukul pemuda ini dengan pedang, sehingga terpotonglah tubuhnya menjadi dua bagian dengan kecepatan bagaikan lemparan anak panah pada sasarannya. Tetapi Dajjal lalu memanggil pemuda yang sudah mati itu, lalu ia hidup kembali dan menghadapnya, sedang wajahnya berseri-seri sambil tertawa. Dalam keadaan sebagaimana di atas itu, tiba-tiba Allah Ta’ala mengutus Isa al-Masih putera Maryam. Ia turun di menara -atau rumah tinggi- putih warnanya, yang terletak di sebelah selatan Damsyik, yaitu mengenakan dua lembar pakaian yang bersumba, dengan meletakkan kedua tapak tangannya atas sayap dua malaikat. Jikalau ia menundukkan kepalanya, maka mencucurlah air dari kepalanya itu, sedang apabila ia mengangkatnya, maka berjatuhanlah daripadanya permata-permata besar bagaikan mutiara. Maka tiada seorang kafirpun yang berdiam di sesuatu tempat yang dapat mencium bau tubuhnya itu, melainkan ia pasti mati dan jiwanya itu terhenti sejauh terhentinya pandangan matanya. Selanjutnya al-Masih mencari Dajjal itu sehingga dapat menemukannya di pintu gerbang negeri Luddin, kemudian ia membunuhnya. Seterusnya Isa a.s. mendatangi kaum yang telah dilindungi oleh Allah dari kejahatan Dajjal itu, lalu ia mengusap wajah-wajah mereka -maksudnya melapangkan kesukaran-kesukaran yang mereka alami selama kekuasaan Dajjal tersebut- dan ia memberitahukan kepada mereka bahwa mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dalam syurga. Dalam keadaan yang sedemikian itu lalu Allah memberikan wahyu kepada Isa a.s. bahwasanya Aku -Allah- telah mengeluarkan beberapa orang hambaKu yang tiada kekuasaan bagi siapapun untuk menentang serta berlawanan perang dengan mereka itu. Maka itu kumpulkanlah hamba-hambaKu -yang menjadi kaum mu’minin- itu ke gunung Thur. Orang-orang yang dikeluarkan oleh Allah itu ialah bangsa Ya’juj dan Ma’juj. Mereka itu mengalir secara cepat sekali dari setiap tempat yang tinggi. Kemudian berjalanlah barisan pertama dari mereka itu di danau Thabariyah, lalu minum airnya, selanjutnya berjalanlah barisan terakhir dari mereka lalu mereka ini berkata: “Danau ini tentunya tadi masih ada airnya -dan kini sudah habis.” Nabiyullah Isa a.s. serta sekalian sahabat-sahabatnya dikurung -yakni dikepung dari segala jurusan sehingga tidak dapat keluar-, sampai-sampai nilai sebuah kepala lembu bagi seorang diantara mereka itu adalah lebih berharga dari seratus uang dinar emas bagi seorang diantara engkau semua pada hari ini. Nabiyullah Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya radhiallahu ‘annum semuanya merendahkan diri kepada Allah Ta’ala memohonkan agar kesukaran itu segera dilenyapkan. Allah Ta’ala lalu menurunkan ulat atas bangsa Ya’juj dan Ma’juj tadi di leher-leher mereka, kemudian menjadilah mereka itu sebagai korban yang mati seluruhnya dalam waktu sekaligus, seperti kematian seorang manusia. Nabiyullah Isa a.s. serta sahabat-sahabatnya radhiallahu ‘anhum lalu turun ke bumi. Mereka tidak menemukan sejengkal tanahpun di bumi itu melainkan terpenuhi oleh bau busuk dan bau bacin mayat-mayat bangsa-bangsa Ya’juj dan Ma’juj tadi. Selanjutnya Nabiyullah Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya radhiallahu ‘annum sama merendahkan diri lagi kepada Allah Ta’ala sambil memohonkan agar mayat-mayat mereka dilenyapkan. Allah Ta’ala menurunkan burung sebesar batang-batang leher unta dan burung inilah yang membawa mereka lalu meletakkan mereka itu di sesuatu tempat yang telah dikehendaki oleh Allah. Seterusnya Allah ‘Azza-wajalla lalu menurunkan hujan yang tidak tertutup daripadanya tempat yang bertanah keras ataupun yang lunak -yakni semuanya pasti terkena siraman hujan itu-, kemudian hujan itu membasuh merata di bumi sehingga menyebabkan bumi itu bersih bagaikan kaca. Kepada bumi itu lalu dikatakan: “Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan luapkanlah keberkahanmu.” Maka pada saat itu sekelompok manusia cukup makan dari sebiji buah delima saja -karena amat besarnya. Merekapun dapat bernaung di bawah kulit tempurung delima tadi dan dikaruniakanlah keberkahan dalam air susu, sehingga sesungguhnya seekor unta yang mengandung air susu sesungguhnya dapat mencukupi segolongan besar dari para manusia, seekor lembu yang mengandung air susu dapat mencukupi sekabilah manusia, sedang seekor kambing yang mengandung susu dapat mencukupi sedesa manusia. Seterusnya di waktu mereka dalam keadaan yang sedemikian itu, tiba-tiba Allah Ta’ala mengirimkan angin yang sejuk nyaman, lalu angin itu mengambil nyawa kaum mu’minin itu dari bawah ketiaknya. Jadi angin itulah yang mencabut jiwa setiap orang mu’min dan setiap orang muslim. Kini yang tertinggal adalah golongan manusia yang jahat-jahat yang saling bercampur-baur -antara lelaki dan perempuan- sebagaimana bercampur baurnya sekelompok keledai. Maka di atas mereka inilah menjelang tibanya hari kiamat.” (Riwayat Muslim)
Dari Hadits di atas ternyata beraksi selama 14 bulan dan 14 hari. Namun kerusakannya luar biasa. Namun di era bom nuklir sekarang ini kita paham bahwa waktu seperti itu cukup lama untuk berbuat kerusakan
 
Gambaran Dajjal Menurut Al-Hadits
                Segala macam keistimewaan yang kami lihat pada peradaban Barat sekarang ini, semuanya sesuai dengan ciri-ciri Dajjal yang dilihat oleh Nabi Muhammad SAW dalam ru’yah. Memang benar bahwa bangsa-bangsa ini mempunyai sedikit perbezaan satu sama lain, tetapi ada satu hal yang semuanya sama. Dan ciri yang sama inilah yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam memberi gambaran tentang Dajjal.
Kami hanya akan mengutip Hadits-hadits yang menguraikan ciri-ciri Dajjal. Marilah kita mulai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari :
1. “Dan aku melihat orang yang berambut ikal pendek, yang mata-kanannya buta Aku bertanya: Siapakah ini? Lalu dijawab, bahwa ia adalah Masihid – Dajjal” (Bukhari 77:68,92)
2. “Awas! dia pecak (buta sebelah)… dan diantara dua matanya, tertulis ‘Kafir’…” (Bukhari 93:27).
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia benar-benar memberikan peringatan kepada umatnya tentang makhluk yang buta sebelah matanya serta maha pendusta. Ingatlah sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya dan sesungguhnya Tuhanmu ‘Azzawajalla semua itu tidaklah buta sebelah mata seperti Dajjal. Di antara kedua matanya itu tertulislah huruf-huruf kaf, fa’, ra’ -yakni kafir.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari gambaran tersebut dapatlah kami catat:
1. Bahawa mengenai bentuknya, Dajjal digambarkan berbadan kekar.
2. Bahawa roman-mukanya putih dan mengkilat.
3. Bahawa rambut kepalanya pendek dan ikal.
yakni, bahwa mata kanan Dajjal buta, dan pada dahinya tertulis kaf, fa’dan ra’ atau kaflr, ini menggambarkan keadaan rohani Dajjal yang sebenarnya. Sebagaimana telah kami terangkan, Dajjal menggambarkan suatu bangsa. Sebagai bangsa, tak mungkin semuanya buta mata jasmaninya.
Selain itu, Dajjal yang digambarkan buta mata kanannya, mata-kiri Dajjal digambarkan bersinar gemerlapan bagaikan bintang. Dengan perkataan lain, mata-kanan Dajjal digambarkan hilang cahayanya, tetapi mata-kirinya bersinar terang. Penjelasan yang diberikan oleh Imam Raghib tentang mata Dajjal yang buta sebelah kanannya, sungguh ilmiyah sekali. Pada waktu menjelaskan erti kata al-Masih, beliau menerangkan bahawa kata masaha bererti menghapus sesuatu, lalu beliau menambahkan keterangan sbb:
“Diriwayatkan bahawa mata-kanan Dajjal hilang penglihatannya, sedangkan nabi ‘Isa mata-kiri beliaulah yang hilang penglihatannya; dan ini bererti bahawa Dajjal tak mempuyai sifat-sifat akhlak tinggi, seperti misalnya kearifan, kebijaksanaan dan rendah hati; sedangkan nabi ‘Isa tak mempunyai kejahilan, keserakahan, kerakusan dan sebagainya yang termasuk jenis akhlak yang rendah”.
Jadi, gambaran Dajjal buta mata-kanannya janganlah ditafsirkan secara harfiyah, melainkan secara kalam ibarat, yakni harus diertikan bahawa Dajjal tak mempunyai akhlak yang baik.
Kata-kata Hadits itu sendiri sudah menerangkan; bahawa demikian itulah nyatanya. Pertama-tama, Hadits menerangkan bahawa tiap-tiap mukmin dapat membaca tulisan itu; jadi bukan tiap-tiap orang dapat membaca tulisan itu. Lalu ditambahkan kata penjelasan tentang orang mukmin itu, yakni, “baik ia buta huruf atau mengerti tulis menulis.” Ertinya, tiap-tiap orang mukmin dapat memahami tulisan itu, baik ia mengerti tulis-menulis atau tidak.
 
Apakah dajjal itu orang ataukah bangsa ?
Ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang membuktikan bahwa Dajjal itu bukan orang melainkan bangsa, sebagaimana Roma dan Persi yang diuraikan dalam Hadits itu bukanlah tempat melainkan bangsa. Hadits itu berbunyi sbb:
“Rasulullah SAW bersabda: Kamu akan bertempur dengan Jazirah Arab, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu, lalu kamu akan bertempur dengan Parsi, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu; lalu kamu akan bertampur dengan Rom, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu; lalu kamu akan bertempur dengan Dajjal, dan Allah akan memberi kemenangan kepada kamu”.
Di sini pertempuran dengan Dajjal diuraikan dengan kalimat yang sama seperti pertempuran dengan Arab, Persi dan Roma. Ini menunjukkan bahwa Dajjal adalah bangsa, seperti halnya Arab, Persi dan Rom. Boleh jadi yang diisyaratkan di sini ialah Perang Salib, tetapi mungkin pula mengisyaratkan peristiwa yang terjadi di dunia pada zaman sekarang. Namun satu hal sudah pasti, yakni bahwa menurut Hadits ini, Dajjal berarti bangsa atau segolongan bangsa; seperti halnya Persi atau Roma.
 
Dajjal awalnya cuma mengaku sebagai nabi. Setelah itu dia mengaku sebagai tuhan:
Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al Bahili, “Di awal kemunculannya, ia berkata: ‘Aku adalah Nabi. Padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata: ‘Aku adalah Rabb kalian’, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati.” (HR. Ibnu Majjah. II/512-516)
 
Tempat Munculnya Dajjal
Agaknya menarik perhatian sekali bahwa menurut Hadits Tamim Dari, Dajjal bertinggal di sebuah pulau yang letaknya di sebelah Barat Syria, sedang tempat munculnya dikatakan oleh Hadits lain, berada di Timur. Lengkapnya, Hadits ini berburiyi sbb:
“Tidak! Ia (Dajjal) akan muncul disebelah Timur; tidak, ia akan muncul di sebelah Timur; tidak, ia akan muncul di sabelah Timur” (Kanzul-’Ummal jilid VII, halaman 2988).
Sebelum kami menerangkan perinciannya, marilah kita tinjau lebih dahulu lain-lain Hadits yang sama artinya, yakni bahwa Dajjal akan muncul di Timur. Salah satu Hadits berbunyi sbb :
“Nabi Muhammad SAW menunjuk hampir duapuluh kali ke arah Timur” (Kanzul-’Ummal, jilid VIl, halaman 2991 ).
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim mengatakan: “Tidak ! Ia akan muncul di Timur” diikuti dengan kalimat: “Beliau menunjuk dengan tangannya ke arah Timur”. Jadi jika di suatu Hadits dikatakan bahwa tempat                 tinggal Dajjal ialah sebuah pulau di Barat, tetapi di lain Hadits diterangkan bahwa tempad munculnya Dajjal, atau lebih tepat lagi, tempat munculnya fitnah Dajjal ialah di Timur.
Menurut apa yang diterangkan dalam Hadits, terang sekali bahwa pada zaman Nabi, Dajjal itu sudah ada, akan tetapi pada waktu itu tangan dan kakinya dirantai. Inilah gambaran yang sebenarnya bagi bangsa-bangsa Eropa pada waktu itu. Mereka mengurung diri dalam tanah air mereka sendiri, lalu pada suatu ketika, mereka mengalir ke seluruh dunia untuk menaklukkan dan menjajah negara-negara lain, sehingga mereka benar-benar menguasai, atau setidak-tidaknya memaksakan pengaruhnya terhadap negara-negara itu, sehingga gerak-gerik negara-negara itu dipimpin dan diawasi oleh bangsa-bangsa Eropa.
Itulah sebabnya mengapa di dalam Hadits diterangkan bahwa Dajjal mengaku Tuhan, kerana segala sesuatu di dunia dikerjakan menurut perintah Dajjal, seakan-akan dialah yang menguasai dan menentukan nasib bangsa-bangsa lain. Inilah apa pula yang dimaksud oleh Hadits lain yang menerangkan bahwa Dajjal ialah yang menentukan hidup-matinya orang-orang. Dengan perkataan lain, Dajjal akan meninggikan dan merendahkan derajat bangsa-bangsa lain menurut apa yang dianggap sesuai dengan tujuannya.
 
Dajjal kemudian akan muncul di khurasan diikuti oleh orang-orang yang wajahnya seperti tameng yang ditempa palu (bangsa mongol / cina?):
Tirmidzi, Ibn Majah, Hakim, Ahmad, dan Dhiya’ dalam al-Mukhtar, dari Abu Bakar Shiddiq yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhya Dajjal muncul disebuah daerah di timur bernama Khurasan. Ia diikuti oleh orang-orang yang wajahnya seperti tameng yang ditempa palu.”
 
Agama Dajjal
Ada sebuah Hadits yang menerangkan bahwa kaum Yahudi akan menyertai Dajjal. Dari Hadits ini orang menyangka bahwa Dajjal akan memeluk agama Yahudi. Akan tetapi Al-Qur’an menerangkan seterang-terangnya bahwa bangsa Dajjal mengakukan Allah mempunyai anak laki-laki. Oleh sebab itu tak ragu-ragu lagi bahwa bangsa Dajjal adalah bangsa Nasrani.
Kelak akan kami terangkan apakah yang dimaksud kaum Yahudi menyertai Dajjal. Bahkan kaum Yahudi akan menyertai Dajjal tidaklah bererti bahwa Dajjal adalah kaum Yahudi. Kerana jika bererti demikian, bagaimanakah erti Hadits lain yang menerangkan bahwa sebahagian ummat Nabi Muhammad akan mengikuti Dajjal dan menjadi korban tipu-muslihatnya. Adapun Hadits itu berbunyi sbb :
“Tujuh puluh ribu ummatku akan mengikuti Dajjal” (Misykat, ha1.477)
Sebagaimana telah kami terangkan, julukan Masihid-Dajjal itu menunjukkan, bahwa bangsa Dajjal akan mengaku sebagai pengikut Masih-’Isa. Hal ini diterangkan sejelas-jelasnya dalam Hadits Tamim Dari tersebut di atas. Isyarat supaya mengunjungi orang yang berada di dalam Gereja itu seperti yang diterangkan dalam Hadits Tamim Dari, adalah penting sekali ertinya.
Sudah terang bahwa Gereja adalah simbul agama Nasrani, dan raksasa yang menyimbulkan ummat yang terdapat dalam Gereja itu tiada lain ialah ummat Nasrani. Adapun Jassasah (mata-mata Dajjal) hanya mempunyai satu tugas, yaitu, menganjurkan supaya orang-orang pergi ke Gereja, ertinya, supaya menjadi orang Kristian. Berikut ini adalah ucapan Jassasah yang sebenarnya: “Gereja yang kamu lihat itu, masuklah ke dalam”.
 
Dajjal juga akan diikuti 70 ribu kaum yahudi isfahan yang memakai pakaian pendeta:
Dari Anas r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Yang mengikuti Dajjal dari golongan kaum Yahudi Isfahan itu ada sebanyak tujuh puluh ribu orang. Mereka itu mengenakan pakaian kependetaan.” (Riwayat Muslim)
Dari Ummu Syarik ra bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya sekalian manusia itu sama melarikan diri dari gangguan Dajjal yaitu ke gunung-gunung.” (Riwayat Muslim)
Dari Imran bin Hushain ra, katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu peristiwapun antara jarak waktu semenjak Allah menciptakan Adam sampai datangnya hari kiamat nanti, yang lebih besar daripada perkara Dajjal.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: “Dajjal keluar lalu ada seorang dari golongan kaum mu’minin, ia ditemui oleh beberapa orang penyelidik yakni para penyelidik dari Dajjal. Mereka berkata kepada orang itu: “Kemana engkau bersengaja pergi?” Ia menjawab: “Saya sengaja akan pergi ke tempat orang yang keluar -yakni yang baru muncul dan yang dimaksudkan ialah Dajjal.” Mereka berkata: “Adakah engkau tidak beriman dengan Tuhan kita -yakni Dajjal-?” Ia menjawab: “Tuhan kita tidak samar-samar lagi sifat-sifat keagungannya sedangkan Dajjal itu tampaknya saja menunjukkan kedustaannya.” Orang-orang itu sama berkata: “Bunuhlah ia.” Sebagian orang berkata kepada yang lainnya: “Bukankah engkau semua telah dilarang oleh Tuhanmu kalau membunuh seorang tanpa memperoleh persetujuannya -yakni Dajjal-?” Merekapun pergilah dengan membawa orang itu ke Dajjal. Setelah Dajjal dilihat oleh orang mu’min itu, lalu orang mu’min tadi berkata: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya inilah Dajjal yang disebut-sebutkan oleh Rasulullah s.a.w. Dajjal memerintah pengikut-pengikutnya menangkap orang mu’min itu lalu ia ditelentangkan pada perutnya. Dajjal berkata: “Ambillah ia lalu lukailah kepala dan mukanya.” Seterusnya ia diberi pukulan bertubi-tubi pada punggung serta perutnya. Dajjal berkata: “Adakah engkau tidak suka beriman kepadaku?” Orang mu’min itu berkata: “Engkau adalah al-Masih maha pendusta.” Ia diperintah menghadap kemudian digergajilah ia dengan gergaji dari pertengahan tubuhnya, yaitu antara kedua kakinya -maksudnya dibelah dua. Dajjal lalu berjalan antara dua potongan tubuh itu, kemudian berkata: “Berdirilah.” Orang mu’min tadi terus berdiri lurus-lurus, kemudian Dajjal berkata padanya. “Adakah engkau tidak suka beriman kepadaku?” Ia berkata: “Saya tidak bertambah melainkan kewaspadaan dalam menilai siapa sebenarnya engkau itu.” Selanjutnya orang mu’min itu berkata: “Hai sekalian manusia, janganlah ia sampai dapat berbuat sedemikian tadi kepada seorangpun dari para manusia, setelah saya sendiri mengalaminya.” Ia diambil lagi oleh Dajjal untuk disembelih. Kemudian Allah membuat tabir tembaga yang terletak antara leher sampai ke tengkuknya, maka tidak ada jalan bagi Dajjal untuk dapat membunuhnya. Seterusnya Dajjal lalu mengambil orang tadi, yaitu kedua tangan serta kedua kakinya, lalu melemparkannya. Orang-orang sama mengira bahwa sesungguhnya orang itu dilemparkan olehnya ke neraka, tetapi sebenarnya ia dimasukkan dalam syurga.” Setelah itu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang itulah sebesar-besar para manusia dalam hal kesyahidannya -yakni kematian syahidnya- di sisi Allah yang menguasai semesta alam ini.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Imam Bukhari juga meriwayatkan sebagiannya dengan uraian yang semakna dengan di atas itu. Almasalihu yaitu para pengintai atau penyelidik.
Dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a., katanya: “Tiada seorangpun yang lebih banyak pertanyaannya mengenai hal Dajjal daripada saya sendiri. Sesungguhnya Dajjal itu tidak akan membahayakan dirimu.” Saya berkata: “Orang-orang sama berkata bahwa Dajjal itu mempunyai segunung tumpukan roti dan sungai air.” Beliau s.a.w. bersabda: “Hal itu adalah lebih mudah bagi Allah daripada yang dapat dilakukan oleh Dajjal.” (Muttafaq ‘alaih)
 
Tempat Tinggal Dajjal Pada Zaman Nabi
Sebuah Hadits menerangkan, bahwa pada suatu hari sehabis salat berjama’ah, Nabi Muhammad SAW menahan para Sahabat dan berkata sbb : “Tamim Dari, seorang Kristian yang memeluk Islam, ia menceritakan kepadaku tentang Dajjal, yang cocok dengan apa yang pernah aku ceritakan kepada kamu”. Lalu beliau menceritakan pengalaman Tamim Dari sbb :“Pada suatu hari ia berlayar dengan beberapa orang dari kabilah Lakhm dan Judham. Setelah berlayar sebulan lamanya, mereka mendarat di sebuah pulau, dimana mereka berjumpa untuk pertama kali dengan seekor makhluk yang aneh, yang menamakan dirinya Jassassh (makna aslinya mata-mata). Jassasah memberitahukan kepada mereka tentang seorang laki-laki yang tinggal dalam Gereja. Kemudian mereka mengunjungi orang itu dalam Gereja, yang nampak seperti raksasa, yang tangannya diikat pada lehernya, dan kakinya diikat dengan rantai, dari lutut hingga mata-kaki. Mereka bercakap-cakap dengan orang ini, yang tiba-tiba ia bertanya kepada mereka tentang Nabi SAW, dan ia mengakhiri percakapannya dengan ucapan: ‘Aku adalah Masihid Dajjal, dan aku berharap semoga aku segera dibebaskan, lalu aku dapat menjelajahi seluruh dunia, kecuali Makkah dan Madinah“.
Satu hal yang sudah pasti ialah bahwa seluruh cerita ini bukanlah kejadian biasa, melainkan sebuah visiun (ru’yah). Adapun bukti bahwa kejadian itu terjadi dalam ru’yah ialah adanya kenyataan bahwa Dajjal bertanya kepada mereka sbb: “Ceritakanlah kepadaku tentang Nabi bangsa Ummi (bangsa Arab), apakah yang ia kerjakan”.
Pertanyaan mereka dijawab sbb: “Beliau meninggalkan Makkah dan sampai di Madinah”. Dalam Hadits lain, Dajjal diriwayatkan bertanya sbb: “Orang ini yang muncul di antara kamu, apakah yang ia kerjakan?” (Kanzul-Ummal jilid VII, hal 2024).
Hadits ini memberi petunjuk kepada kita, di mana tempat-tinggal Dajjal :
1. Ia bertinggal di sebuah pulau.
2. Letak pulau ini sejauh satu bulan pelayaran dari Syria.
Masih ada satu lagi yang orang dapat ketahui dari Hadits ini, yakni, bahwa pada zaman Nabi, Dajjal sudah ada, tetapi ia belum diizinkan keluar. Hal ini akan kami uraikan nanti dengan panjang-lebar. Dua catatan tersebut di atas memberi petunjuk seterang-terangnya akan tempat-tinggal Dajjal. Sudah terang bahwa Eropa didiami pula oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bangsa Inggeris mempunyai kekuasaan dan kebesaran yang tak pernah jatuh di tangan bangsa lain di benua itu. Itulah sebabnya mengapa benua Barat disebutkan secara khusus sebagai tempat-tinggal Dajjal.
 
Dajjal juga membawa air (surga) dan api (neraka). Apa yang kita lihat sebagai api, ternyata air. Sedang yang kita lihat seperti air, ternyata api:
Dari Buraidah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidakkah engkau semua suka saya beritahu perihal Dajjal, yaitu yang belum pernah diberitahukan oleh seorang Nabipun kepada kaumnya. Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya dan sesungguhnya ia datang dengan sesuatu sebagai perumpamaan syurga dan neraka. Maka yang ia katakan bahwa itu adalah syurga, sebenarnya adalah neraka.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Rasulullah s.a.w. menyebut-nyebutkan Dajjal di hadapan orang banyak, lalu berkata: “Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah matanya. Ingatlah bahwa sesungguhnya al-Masih Dajjal itu buta sebelah matanya yang sebagian kanan, seolah-olah matanya itu adalah sebuah biji anggur yang menonjol.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Rib’iy bin Hirasy, katanya: “Saya berangkat dengan Abu Mas’ud al-Anshari ke tempat Hudzaifah al-Yaman ra, lalu Abu Mas’ud berkata kepadanya: “Beritahukanlah kepadaku apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah s.a.w. perihal Dajjal.” Hudzaifah lalu berkata: “Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Dajjal itu keluar dan sesungguhnya beserta Dajjal itu ada air dan api. Adapun yang dilihat oleh para manusia sebagai air, maka sebenarnya itu adalah api yang membakar, sedang apa yang dilihat oleh para manusia sebagai api, maka sebenarnya itu adalah air yang dingin dan tawar. Maka barangsiapa yang menemui Dajjal diantara engkau semua, hendaklah masuk dalam benda yang dilihatnya sebagai api, karena sesungguhnya ini adalah air tawar dan nyaman sekali.” Setelah itu Abu Mas’ud berkata: “Sayapun benar-benar pernah mendengar yang seperti itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dajjal itu akan keluar kepada umatku kemudian menetap selama empat puluh lamanya, tetapi saya tidak mengerti apakah itu empat puluh hari atau empat puluh bulan atau empat puluh tahun. Kemudian Allah mengutus Isa putera Maryam a.s. lalu ia mencari Dajjal kemudian merusakkannya -yakni membunuhnya. Kemudian para manusia itu menetap selama tujuh tahun di saat itu tidak ada permusuhan sama sekali antara dua orang manusiapun. Selanjutnya Allah ‘Azzawajalla mengutus angin yang dingin dari arah Syam (Palestina). Maka tidak ada seorangpun yang menetap di atas permukaan bumi yang dalam hati orang itu ada timbangan seberat semut kecil dari kebaikan atau keimanan, melainkan pasti akan dicabut nyawanya sehingga andaikata salah seorang dari engkau semua ada yang masuk di dalam perut gunung, juga pasti akan dimasuki oleh angin tadi, sampai dapat tercabut nyawanya. Akhirnya yang ketinggalan adalah manusia-manusia yang buruk kelakuannya yang suka cepat-cepat melakukan keburukan dan kezaliman sampai dapat diumpamakan sebagai keringanan burung yang sedang terbang atau angan-angan binatang buas yang hendak memangsa. Orang-orang tersebut tidak mengerti apa-apa yang baik dan tidak mengingkari apa-apa yang buruk -yakni kemungkaran dibiarkan belaka. Seterusnya lalu muncullah syaitan yang menjelma sebagai manusia lalu berkata: “Alangkah baiknya kalau engkau semua suka mengikuti perintahku?” Orang-orang sama berkata: “Apakah yang engkau perintahkan kepada kita?” Kemudian syaitan tersebut mengajak mereka menyembah berhala-berhala. Keadaan para manusia di saat itu adalah sangat luas rezekinya, senang hidupnya. Selanjutnya ditiupkanlah dalam sangkakala, maka tiada seorangpun yang mendengarnya melainkan ia menurunkan lehernya yang sebelah dan mengangkat yang sebelah lainnya. Pertama-tama orang yang mendengarnya itu ialah seorang yang sedang memperbaiki pelur kolam untanya, lalu ia tidak sadarkan diri dan semua manusia di sekitarnyapun tidak sadarkan diri -terus mati. Kemudian Allah mengirimkan atau sabdanya: Menurunkan hujan bagaikan rintik-rintik atau bagaikan bayangan, lalu dari air itu tumbuhlah seluruh tubuh para manusia, terus ditiupkanlah pula sekali lagi sangkakala tersebut tiba-tiba orang-orang itu sama berdiri bangun sambil memperhatikan keadaan di waktu itu, kemudian ada yang mengucapkan: “Hai sekalian manusia, marilah sama mendekat di hadapan Tuhanmu semua,” dan kepada semua malaikat diperintahkan: “Hentikan dulu orang-orang itu, sebab sesungguhnya mereka akan ditanya lebih dulu.” Kemudian dikatakan pula: “Keluarkan olehmu semua orang-orang itu perlu dikirim ke neraka.” Selanjutnya ditanyakan: “Dari berapa?” Lalu dijawab: “Dari setiap seribu -orang- sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang.” Sabdanya: “Itulah hari yang dapat membuat anak-anak kecil menjadi beruban dan itulah hari dibukanya betis manusia, karena amat kebingungan sekali.” (Riwayat Muslim) Alliitu ialah batang leher, artinya ialah merendahkan lehernya yang sebelah dan mengangkat sebelah yang lainnya.
 
Dajjal tidak akan bisa memasuki kota mekkah dan madinah:
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu negeripun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan Madinah yang tidak. Tiada suatu lorongpun dari lorong-lorong Makkah dan Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turunlah di suatu tanah yang berpasir -di luar Madinah- lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan akan setiap orang kafir dan munafik.” (Riwayat Muslim)
 
 oleh : an falah   11530049